Selasa, 26 Maret 2013

Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN)

Posted by Unknown on Selasa, Maret 26, 2013 with 344 comments
Dasar UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Jo UU No. 43 Tahun 1999, PP No. 24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil, SE Kepala BAKN Nomor 01/SE/1977 Tentang Permintaan dan Pemberian Cuti PNS:
1.        CLTN bukan hak, oleh sebab itu permintaan CLTN dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti. Pertimbangan Pejabat yang bersangkutan didasarkan untuk kepentingan dinas.
2.        PNS yang bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus, karena alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan CLTN untuk paling lama 3 (tiga) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 1(satu) tahun apabila ada alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
3.        CLTN  hanya dapat diberikan dengan SK Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah  mendapat persetujuan dari Kepala BKN.
4.        Permintaan perpanjangan CLTN yang diajukan  sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum CLTN berakhir.
5.        PNS yang menjalankan CLTN dibebaskan dari jabatannya dan jabatan yang lowong itu dengan segera dapat diisi.
6.        Selama menjalankan CLTN tidak berhak menerima penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS
7.        PNS yang telah selesai menjalakan CLTN wajib melaporkan diri secara tertulis kepada Pimpinan Instansi induknya
8.        Pimpinan instansi induk yang telah menerima laporan dari PNS yang telah selesai menjadlankan CLTN berkewajiban: (a) Menempatkan dan memperkerjakan kembali apabila ada lowongan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala BKN. (b) Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan isntansi induk melaporkan kepada kepala BKN untuk kemungkinan disalurkan penempatannya  pada instansi lain. (c) Apabila  Kepala BKN tidak dapat menyalurkan penempatan PNS tersebut, maka Kepala BKN memberitahukan  kepada Pimpinan Instansi induk agar memberhentikan PNS dengan hak-hak akepegawaian menurut peraturan perundnag-undangan yang berlaku.
9.        Khusus bagi CLTN untuk persalinan, berlaku ketentuan-ketentuan (a) Permintaan CLTN tidak dapat ditolak. (b) PNS yang menjalankan CLTN  tidak dibebaskan dari jabatannya, atau dengan kata lain, jabatannya tidak dapat diisi oleh orang lain. (c)  Tidak memerlukan persetujuan Kepala BKN. (d) Lamanya cuti sama dengan lamanya cuti bersalin yakni 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan. (e)  Selama menjalankan CLTN tersebut tidak menerima penghasilan dari Negara dan tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.


Syarat-syarat Mengajukan Cuti Diluar Tanggungan Negara

1.        Pegawai Negeri Sipil yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti diluar tanggungan Negara.
2.        Cuti diluar tanggungan Negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
3.        Jangka waktu cuti diluar tanggungan Negara dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
4.        Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, PNS yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.
5.        Selama menjalankan cuti diluar tanggungan Negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja Pegawai Negeri Sipil.
6.        PNS yang tidak melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar tanggungan Negara diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
7.        PNS yang melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis masa menjalankan cuti diluar tanggungan Negara, maka: (a) Apabila ada lowongan ditempatkan kembali. (b) Apabila tidak ada lowongan, maka pimpinan instansi yang bersangkutan melaporkannya kepada Kepalan Badan Kepegawaian Negara untuk kemungkinan ditempatkan pada instansi lain. (c) Apabila penempatan yang dimaskud tidak mungkin maka PNS yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya karena kelebihan dengan mendapat hak-hak kepegawaian menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Minggu, 24 Maret 2013

Larangan Menjadi Anggota Partai

Posted by Unknown on Minggu, Maret 24, 2013 with 3 comments
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai politik ini juga bertujuan untuk menjamin keutuhan, terwujudnya kekompakan, dan terjalinya persatuan dan kesatuna antar sesama PNS dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 ditetapkan larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai Politik. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat Pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota/dan atau pengurus partai politik harus mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pengunduran diri tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Tembusan pengunduran diri disampaikan kepada: atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV, pejabat yang bertangggung jawab di bidang kepegawaian, pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan.

Kewajiban atasan dan pejabat Atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tempo selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil wajib menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil tersebut. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima surat pengunduran diri tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Apabila dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan. Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan.

Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil Tata cara pemberhentian: 
  1. Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri karena akan menjadi anggota/pengurus politik diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ia mengajukan pengunduran diri, kecuali terdapat alasan-alasan yang sah yang menyebabkan pengunduran diri itu ditangguhkan.
  2. Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota/ pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau sebelum usul pengunduran dirinya dikabulkan, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian karena alasan ini ditetapkan mulai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
  3. Tindakan Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan pengunduran diri atau sebelum pengunduran dirinya dikabulkan, dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin dan pemberhentiannya dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penangguhan Pemberhentian Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:
  1. a.    yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,
  2. b.    yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidakdengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau
  3. c.    yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.

Penangguhan pemberhentian yang disebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang, atau karena yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding kepada BAPEK seperti dimaksud di atas dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penangguhan pemberhentian yang bersangkutan masih mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian harus memberikan alasan secara tertulis mengenai penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hak-hak Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Negeri Sipil diberikan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bahan bacaan:

1.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil MenjadiAnggota Partai Politik.

Pemberhentian/Pensiun

Posted by Unknown on Minggu, Maret 24, 2013 with 1 comment
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini setiap Pegawai Negeri Sipil wajib menjadi peserta dari suatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah. Karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka Pemerintah memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri.

Iuran pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan Pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi sosial Hak atas pensiun Pegawai (UU No. 11 Tahun 1969 pasal 9). Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai:
  1. Telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 Tahun dan mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 Tahun.
  2. Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 4 Tahun dan oleh badan / pejabat yang ditunjuk oleh departemen kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban jabatannya.
  3. Pegawai negeri yang setelah menjalankan suatu tugas Negara tidak dipekerjakan kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima pensiun pegawai apabila ia diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri dan pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai negeri ia telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 TH dan memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang – kurangnya 10 Tahun.
Sesuai pasal 14 UU No.11/1969, hak pensiun pegawai akan berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.

Pembatalan pemberian pensiun pegawai (pasal 15 UU No. 11/1969)
Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969.

Pendaftaran isteri/suami/ anak sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda
  1. Pendaftaran isteri( isteri – isteri) /suami/anak(anak-anak) sebagai yang berhak menerima pensiun janda / duda harus dilakukan oleh pegawai negeri atau
  2. Penerima pensiun pegawai yang bersangkutan menurut petunjuk kepala Kantor Urusan Pegawai
  3. Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-tiap isteri didaftarkan.
  4. Pendaftaran isteri ( isteri – isteri ) / anak ( anak-anak) sebagai yang berhak menerima pensiun janda harus dilakukan dalam waktu 1 ( satu ) tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat terjadinya kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.
Persyaratan Pengurusan Pensiun
  1. DPCP
  2. Foto kopi SK pertama di legalisir
  3. Foto kopi SK terakhir Di legalisir
  4. Pas Foto 4 x 6 (5 lembar)
  5. Foto kopi surat nikah dilegalisir
  6. Foto kopi akte kelahiran anak di legalisir
  7. Foto kopi KARPEG
  8. DP3 tahun terakhir rata-rata bernilai baik
  9. Surat pernyataan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat
Persyaratan Pengurusan Pensiun Janda / Duda
  1. Surat Pengantar dari instansi bagi yang meninggal dunia/tewas/cacat karena dinas
  2. Foto kopi SK Pensiun
  3. Foto kopi Surat Kematian Di legalisir
  4. Surat Keterangan kejandaan
  5. Pas Foto 4 x 6 (5 lembar)
  6. Foto kopi surat nikah dilegalisir
  7. Foto kopi Daftar Susunan Keluarga
  8. DP3 tahun terakhir rata-rata bernilai baik
  9. Surat pernyataan tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan berat (dengan catatan apabila yang bersangkutan berhak kenaikan pangkat pengabdian).



Kamis, 14 Maret 2013

Surat Edaran Menteri Agama tentang Himbauan Terkait Gratifikasi

Posted by Unknown on Kamis, Maret 14, 2013 with 3 comments
Memperhatikan Surat Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor B.143/01-13/01/2013, tanggal 21 Januari 2013, hal Gratifikasi, Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor: MA/39 /2013 tanggal 26 Pebruari 2013 tentang Himbauan Terkait Gratifikasi.

Surat Edaran ini ditujukan kepada Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para Direktur Jenderal, Kepala Badan Litbang dan Diklat, Para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Para Rektor UIN/IAIN/IHDN, Para Ketua STAIN/STAKN/STAHN/STABN, Para Kepala Kantor Kementerian Agama Kab/Kota, Para Kepala Balai, Para Kepala MIN/MTsN/MAN dan Para Kepala KUA Kecamatan.

Isi dari surat edaran ini adalah himbauan dan permintaan dari Menteri Agama, untuk:
  1. Tidak menerima/memberikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sesuai pasal 12 B ayat (10) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seperti: (a) uang/barang/fasiltas lainnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan/ keputusan/perlakuan pemangku kewenangan;  (b) uang/barang/fasilitas lainnya berapapun nilainya dalam setiap pelayanan terkait dengan tugas, wewenang atau tanggung jawabnya; (c) uang/barang/fasilitas lainnya bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas; dan (d) uang/barang/fasilitas lainnya dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pejabat/ pegawai.
  2. Membangun tata kelola pemerintahan yang baik (Good Corporate Government) dengan membuat aturan kode etik, aturan perilaku, aturan pengendalian gratifikasi, dan aturan terkait lainnya serta membangun lingkungan anti suap dan fungsi pelaksana pengendalian gratifikasi tersebut diterima.
  3. Melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
  4. Bagi pegawai negeri yang tidak melaporkan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sesuai pasal 12 B ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  5. Bentuk gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan adalah: (a) Hasil hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau souvenir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan; (b) Hasil prestasi akademis atau non akademis (kejuaraan/perlombaan/ kompetisi) dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan; (c) Keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan; (d) Kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tupoksi dari pegawai negeri atau penyelenggara negara, tidak melanggar konflik kepentingan dan kode etik pegawai, dan dengan ijin tertulis dari atasan langsung; (e)  Pemberian keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; (f)  Pemberian keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; (g) Pemberian dari pihak yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana pada huruf f dan g terkait dengan hadiah perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat/tradisi dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; (h)  Pemberian dari pihak lain terkait dengan musibah atau bencana, dan bukan dari pihak- pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi; (i)   Pemberian dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku secara umum berupa seminar kits, sertifikat dan plakat/cinderamata; dan (j) Pemberian dari kegiatan acara resmi kedinasan dalam bentuk hidangan/sajian/jamuan berupa makanan dan minuman yang berlaku umum.
  6. Melaporkan ke instansi masing-masing atas penerimaan gratifikasi dalam kedinasan dan/atau penerimaan gratifkasi yang diterima berbentuk barang yang mudah busuk atau rusak, seperti bingkisan makanan dan buah.
Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam kedinasan adalah hadiah/fasilitas resmi dari penyelenggara kegiatan yang diberikan kepada wakil-wakil resmi suatu instansi dalam suatu kegiatan tertentu, sebagai penghargaan atas keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut, seperti honorarium pembicara dan penerima biaya perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara kegiatan.

Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

MENTERI AGAMA RI,

ttd

SURYADHARMA ALI

Minggu, 10 Maret 2013

Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai pada Bagian Kepegawaian

Posted by Unknown on Minggu, Maret 10, 2013 with No comments

Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai mempunyai tugas sebagai berikut:
1.    Menyiapkan bahan penyusunan rencana dan program kerja;
2.    Menyiapkan bahan rencana penyusunan konsep dan program pengembangan pegawai;
3.    Menyiapkan administrasi kesejahteraan pegawai;
4.    Mempersiapkan Perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan baik teknis, fungsional dan struktural.
5.    Mempersiapkan konsep usulan yang akan mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis, fungsional dan struktural.
6.    Mempersiapkan tenaga pengajar yang akan mengikuti pendidikan.
7.    Menyususn rencana serta mengusulkan pegawai yang akan mengikuti Ujian Dinas Tk. II da Tk. III
8.    Menyususn rencana kerja tahunan Jabatan admnistrasian Pengembangan Pegawai.
9.    Membuat laporan pelaksanaan tugas pengadministrasi pengembangan pegawai akhir tahun guna evaluasi.
10.          Melakukan penilaian prestasi dan proses penyelenggaraan kegiatan serta penyusunan laporan.

Kepala Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai
 Partono


Sedangkan Staf Sub Bagian Kesejahteraan Pegawai mempunyai tugas sebagai berikut:
1.    Memproses calon penerima penghargaan atau hukuman;
2.    Mengurus taspen pegawai;
3.    Menyiapkan usulan untuk mendapatkan KARIS/KARSU dan memproses kartu ASKES pegawai;
4.    Menyiapkan surat rekomendasi/izin untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan Pengembangan Dosen dan karyawan;
5.    Menyiapkan kelengkapan-kelengkapan untuk pelaksanakan Ujian Dinas dan UPKP dalam lingkungan IAIN Ar-Raniry;
6.    Mengurus masalah cuti pegawai;
7.    Menyiapkan kelengkapan-kelengkapan untuk Pelatihan ADM Kepegawaian dan Pembibitan Dosen;
8.    Menyiapkan  surat izin belajar Dosen dan Karyawan;
9.    Memproses KP4;
10.  Menyiapkan DP3 Pimpinan dan DP3 pada Bagian Kepegawaian;
11. Menyiapkan kelengkapan-kelengkapan untuk acara pelantikan PNS dan Pejabat dalam lingkungan IAIN Ar-Raniry;
12. Menyiapkan  Surat-surat/kelengkapan yang berhubungan dengan Latihan Prajabatan.
13. Memprakarsai pengadaan pakaian dinas pegawai;
14. Mengurus permintaan dana bantuan perumahan pegawai;
15. Memproses dan mengkoordinir pengadaan dan pen­distribusian beras pegawai;
16. Menertibkan arsip atau file kepegawaian Sub Bagian Kesejahteraan pegawai;
17. Memproses, melaksanakan pembayaran tenaga honorer dan melaksanakan pelayanan snak/air minum pegawai;
18. Menghimpun dan mengolah daftar hadir pegawai administrasi IAIN Ar-Raniry;
19.  Menata/mengagenda/mengexpedisi surat masuk dan keluar.
20.  Mendistribusikan surat kepada pengolah di Bagian Kepegawaian.
21.  Mendistribusikan surat keluar dari Bagian Kepegawaian ke unit kerja lainya di dalam lingkungan IAIN Ar-raniry.
22.  Mendistribusikan surat kepada pengolah di Bagian Kepegawaian.
23.  Membantu hal-hal yang diperlukan pimpinan Bagian kepegawaian IAIN Ar-Raniry.
24.          Dalam melaksanakan tugas, bertanggung jawab kepada Subbag. Kesejahteraan Pegawai.